Tentang Asmat Tribe

Budaya merupakan kekayaan yang terus diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi agar tetap terjaga dan lestari. Namun seiring modernisasi, pemahaman akan budaya dalam masyarakat semakin luntur, khususnya pada generasi muda. Realita inilah yang mendasari dibuatnya katalog dan website 'Asmat Tribe'.

Ada ketakutan bahwa budaya Asmat akan pudar pada tahun-tahun mendatang. Kami, tim 'Asmat Tribe' ingin mendokumentasikan dan mengabadikan budaya Asmat agar tidak berhenti di generasi kami. Harapan kami adalah budaya kami hidup dan berlanjut kepada ratusan generasi berikutnya.

Bagi teman-teman muda Asmat di luar sana, mari mulai bertindak untuk melestarikan budaya yang kita miliki. Asmat adalah bagian dari diri kita yang harus kita banggakan. Karena Asmat adalah rumah kita, tempat kita lahir dan pulang.

NDORMOM!

Profil Daerah Kabupaten Asmat

Asmat merupakan kabupaten yang terletak di Papua Selatan. Kabupaten Asmat dimekarkan pada tahun 2003 dari kabupaten Merauke. Luas wilayah Kabupaten Asmat adalah 23.746 km2. Awalnya kabupaten Asmat hanya memiliki 6 distrik, namun pertambahan penduduk menyebabkan pemekaran distrik menjadi 23 distrik: distik Pantai Kasuari, Kopay, Der Koumur, Safan, Awyu, Fayit, Aswi, Atsy, Sirets, Ayip, Bectbamu, Suator, Kolf Braza, Joutu, Koroway Buluanop, Akat, Jetsy, Sawa Erma, Suru-suru, Unir Sirau, Joerat, Pulau Tiga, dan Agats sebagai ibukota kabupaten. Jarak antara ibukota kabupaten ke distrik terjauh (Suru-suru) adalah 289 km, sedangkan jarak ke distrik terdekat (distrik Akat) adalah 37 km. Saat ini, pemerintahan kabupaten Asmat dipimpin oleh Elisa Kambu, S.Sos sebagai Bupati dan wakilnya, Thomas E. Safanpo, ST. Dari segi mata pencaharian, penduduk asli Asmat mayoritasnya adalah sebagai nelayan dan pedagang sayuran serta hasil laut.

Rumah Tradisional Suku Asmat : Jew

Jew merupakan rumah adat suku Asmat yang diperuntukkan bagi kaum pria, khususnya yang belum menikah. Selain ditinggali, jew juga difungsikan sebagai tempat berdiskusi, merayakan pesta, dan penyimpanan. Rumah jew memiliki ukuran yang cukup besar yaitu 10 x 15 meter dan tinggi 3 meter. Bahan bangunan jew diperoleh dari hutan, seperti kayu besi, rotan, daun sagu, dan daun nipah. Masyarakat Asmat membangun jew dipinggir sungai dan menghadap ke arah timur. Area di sekitaran jew biasanya digunakan untuk mendirikan rumah-rumah warga. Hal ini bertujuan untuk mengeratkan tali persaudaraan dan kebersamaan suku Asmat.

Pakaian Tradisional Suku Asmat

Pakaian adat suku Asmat dikenal dengan nama awer, yaitu rok rumbai yang terbuat dari pintalan pucuk sagu yang telah dikeringkan. Awer dapat dikenakan baik oleh laki-laki maupun perempuan Asmat. Suku Asmat memiliki banyak asksesoris yang dipakai pada tubuh mereka untuk melingkapi awer. Aksesoris yang dipakai antara lain adalah tisen (buah putih), dek (buah merah), juwur sis (kalung gigi anjing), sokmbut (bulu burung), pivin (bulu kasuari), vacin (bulu kus-kus), au ese (tas dada), bak ese (tas belakang), beten (gelang lengan), piswa (tulang kasuari), dan bia-bia. Beberapa senjata yang dulunya digunakan untuk berperang, kini dijadikan aksesoris, seperti salawaku (tameng), ces (busur panah), aman ces (anak panah), om (tombak),Selain itu, ada pula aksesoris yang difungsikan sebagai mahar, yaitu gigi anjing (juwur sis) dan osis (gigi babi). Pakaian adat yang lengkap dengan aksesori-aksesoris ini biasanya dipakai pada acara-acara penting seperti, pesta adat, pernikahan adat, dan pemilihan kepala daerah.

Makanan Tradisional Suku Asmat

Kabupaten Asmat terletak di daerah pesisir/ pantai, oleh karena itu terdapat banyak sungai dan hutan. Hal ini menjadikan laut dan hutan sebagai sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan pangan suku Asmat. Beberapa sumber daya alam yang mendominasi dan dijadikan sebagai pangan utama adalah ikan atau dalam bahasa lokal biasanya disebut enam dan sagu dengan sebutan ambas. Populernya, suku Asmat biasanya mengolah ikan menjadi ikan bakar atau enam jisaw dan sagu menjadi sagu bola atau ambas kumbis .

Sagu bola atau ambas kumbis adalah makanan olahan sagu yang dibentuk seperti bola dan dibakar di bara api (tungku). Sagu bola biasanya dimakan bersama dengan ikan bakar atau enam jisaw. Dapat dikatakan sagu merupakan sumber kabohidrat dan ikan sebagai protein. Karena itu, hampir setiap hari kedua pangan tersebut dijadikan sebagai makanan utama oleh suku Asmat. Sagu bola dapat disimpan selama berari-hari dan tidak basi. Namun, semakin lama disimpan maka sagu bolanya akan mengeras sehingga sangat sulit untuk dikonsumsi. Berbeda dengan ikan bakar yang hanya bisa disimpan selama 2 hari.

Cerita Rakyat Suku Asmat

Bercerita merupakan bagian hidup dari suku Asmat. Setiap momen kebersamaan dijadikan kesempatan untuk mencerita kisah-kisah yang telah lama hidup dalam masyarakat Asmat. Berikut adalah 2 cerita rakyat suku Asmat dari rumpun Bismam. Jika teman-teman tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai analisis unsur intrinsik dan kebudayaan dari kedua cerita ini dapat mengakses e-katalog kami.


Asal Usul Kali Yombot - Kaspar Manmak

Dahulu kala, sebelum dihuni manusia, maka pada hilir salah satu anak Kali Uvit tinggallah roh, bernama Yombotsimbit yang beristrikan Jirpaut. Tempat ini memiliki kelebihan, antara lain terdapat pasir, siput, kerang, ikan pari yang hidup dalam air, sementara burung-burung beterbangan diatasnya. Di seputar keunikan itu, hutan luas membentang.

Konon di kali Au hidup seorang ibu bernama Yiciwir dan anaknya Akat. Ibu dan anak itu bertolak dari kampung, menyusuri pantai selatan dengan melewati kali demi kali, mencari tempat yang mempunyai potensi alam untuk bertahan hidup sehari-hari. Mereka terus masuk ke hilir kemudian mendapatkan Yombotsimbit dan Jirpaut yang berdiam di Uvit dan mereka tinggal bersama.

Sementara itu di kali Sirets turunlah moyang dengan mendayung perahu untuk mencari tempat tinggal, mereka adalah Yepemakap, Ewerakap, Dendewakap, Uwusakap, Amberepakap, dan Sondewakap. Ketika melihat tempat-tempat yang layak sebagai pemukiman mereka turun satu demi satu. Yepemakap akhirnya melihat suatu tempat yang cocok untuk dihuni, maka diapun memberi tanda dengan menanam satu anak panah pada muara kali. Kemudian Yepemakap terus mengikuti Ewerakap dan Dendewakap, entah dari mana.

Sementara di hilir Kali Uvit Yombitsimbit bersama dua orang istrinya Jirpaut dan Yiciwir serta anaknya, Akat telah tinggal bersama. Pada suatu hari Jiciwir dan Akat menebang pohon rumbia untuk menokok sagu. Pucuk dari pohon rumbia itu jatuh di atas salah satu akar pohon visak tambuw --kenari hutan-- tembat bindiw, seekor pithon tinggal. Jiwicir tengah menokok sagu, sedangkan Akat mengambil pisis –daun umbi yang mudah— untuk dibelah menjadi dua. Bagian yang lembek adalah junum bisa digunakan untuk awer –cawat—bagian yang keras diambil oleh Bindiw dimasukkan ke dalam akar pohon kenari. Bindiw menarik daun satu demi satu, hingga daun itupun habis.

Melihat semua itu Jiwicir segera melepas ambus –alat penokok sagu—dengan marah ia menegur, “Akataaaa…domomaaa…junum yan visak tombuw bem karuaaa…ya terserasan…!!”. Yang artinya, Akat kasihan kamu, akar pohon visak tidak boleh dibuat junum, tempat itu ada penghuninya!

Akat pun bangkit berdiri, mengikuti mamaknya untuk memokok sagu, Yicimbir segera memberi tahu kepada anaknya, bahwa didalam akar kayu itu ada penghuni seekor ular pithon yang amat besar, bernama Bindiw, dia pasti akan datang mengganggu pada malam hari. Adapun Bindiw segera mengambil sisa junum yang dibuat akat, ia akan menuntut Akat menjadi istrinya, karena telah mengganggu tempat yang dihuni. Menjelang malam Bindiw keluar dari akar pohon visak menuju rumah, tempat tinggal Akat dan Yicimbir. Bindiw masuk ke dalam rumah, menuntut hendak mengawini Akat.

Akat ketakutan, ia menolak, Bindiw menjadi marah, ia pun menggigir paha Akat. Meskipun sudah digigit Akat tetap melawan, anak gadis itu tak mau bersuami seekor ular. Sepanjang malam Bindiw terus menggigit Akat dan Jiciwir hingga badan keduanya penuh goresan luka bekas gigitan ular. Menjelang pagi Bindiw kembali ke rumah, ia perlu beristirahat. Malam berikutnya Bindiw kembali ke rumah Akat dengan tuntutan yang sama mengawini gadis itu. Sekali lagi Akat menolak, ia tidak sudi kawin dengan seekor ular. Penolakan itu membuat Bindiw marah, ia pun menggigit Akat dan Yiciwir, sehingga ibu dan anak itu menderita, karena luka-luka.

Yiciwir tak mampu bertahan dengan gangguan ini, ia pun berpikir mencari suatu cara tepat, sehingga Bindiw tak akan pernah mengganggunya lagi. Yiciwir mengambil sebuah batu sebesar telur ayam, Ia membakar batu itu ke dalam panas api semalam suntuk, hingga berubah menjadi bara. Ketika pada malam Bindiw datang, Yicibir berkata, “Kalau kamu hendak mengawini anakku, maka engkau harus dapat menangkap babi sebagai syarat.”

Bindiw menerima syarat itu, ia berburu babi pada pagi hari dan kembali menjelang siang membawa seekor babi. Hasil buruan itu diberikan kepada Yiciwir dan Akat sebagai syarat. “Ayay, do doputca inim a aftammewerena…” Terima kasih, demikian Yiciwir berucap. Bindiw merasa senang dengan ucapan itu, persyaratannya diterima. Ia mengira akan segera mendapatkan akat sebagai istri. Ular pithon itu tak pernah tahu perihal rencana Yiciwir.

Ketika matahari mulai condong, menjelang sore, Jiciwir memanggil Bindiw dan berkata. “Daputca dia… anak mantu, coba buka mulutmu saya ingin melihat kedua tarik serta gigi yang lain.” Maka datanglah Bindiw mendekati Yiciwir dan membuka mulutnya. Yiciwir pura-pura heran, tangan kiri perempuan itu memegang mulut dan gigi Bindiw, sedangkan tangan kanan diam-diam menjepit batu yang telah dibakar sehari semalam dan menyala sebagai bara. Yiciwir menyuru Bindiw membuka mulut lebih lebar, saat itulah Yiciwir memasukkan batu panas yang telah dijeput ke mulut Bindiw.

Bindiw terkejut, ia merasa panas dan kesakitan, ia berlari ke arah hilir, hampir-hampir menebus kali Jet. Yiciwir pun menegur, “ya jet ause… itu kali Jeti, yang di sebelah barat adalah Kali Bou”. Bindiw pun segera mengikuti jejak yang pernah ia lalui. Ketika Bindiw mulai merayap dan kesakitan. Hujan pun turun dengan deras, kilat dan petir menyambar, halilintar menggelegar, angin pun bertiup kencang. Hujan turun semakin deras tergantung pada jejak tubuh Bindiw yang terus ke hilir hingga sampai ke muara antara Sakan dan Wuep. Maka matilah Bindiw setelah berlari semalam suntuk di bawah guyuran hujan yang amat deras. Jejak yang dilalui Bindiw membekas menjadi aliran kali.

Keesok harinya saudara-saudara Yiciwir datang berkunjung, mereka mencemaskan keadaan Yiciwir dan Akat, karena hujan yang terjadi semalam suntuk. Mereka datang mendayung menggunakan satu perahu dan masuk ke kali menuju ke hilir. Di antara Wuep dan Sakan mereka melihat ada benda putih yang mengapung di atas air. Benda mengapung itu tampak seakan belahan pucuk sagu yang dibuang kemudian hanyut. Ketika mereka datang menghampiri ternyata benda itu bukan pucuk sagu, tetapi seekor ular pithon bernama Bindiw yang sudah mati. Mereka pun mengambil ular itu dipotong untuk dimakan dagingnya.

Setelah mengambil ular pithon Bindiw, maka Pombas, Ewower, Bisinset, dan Korou melanjutkan perjalanan ke hilir untuk menemui Yiciwir. Mereka pun kaget mendapati Yiciwir dan Akat dalam keadaan terluka, penuh bekas gigitan ular. Mereka pun bertanya kepada Yiciwir dan Akat, mengapa sampai mendapatkan luka seperti ini? Yiciwir menjawab, bahwa luka-luka ini adalah, karena bekas gigitan Bindiw. Adapun Yiciwir segera balik bertanya, “apakah dalam perjalanan kamu ada menemukan sesuatu?”

Mereka menunjukan tubuh ular besar Bindiw yang sudah dipotong-potong, Yiciwir menyalakan api ubtuk membakar daging Bindiw. Sambil membakar daging Bnidiw, Yiciwir terus bercerita perihal luka-luka yang diderita hingga tipu muslihat dengan batu membara yang menyebabkan kematian Bindiw. Jejak tubuh Bindiw menjelang kematiannya telah menjadi kali. Roh pertama yang mendiami tempat itu adalah Yombotsimbit, maka kali itu diberi nama Kali Yombot. Kali yang menjadi pertanda tentang cinta kasih seorang ibu dalam menyelamatkan anak gadisnya.


Asal Mula Pemukiman Orang Kaye dan Orang Yepem - Kaspar Manmak

Di daerah Asmat terdapat 12 rumpun besar, salah satu di antaranya adalah rumpun Bismam. Di dalam rumpun Bismam terdapat sub rumpun Yepem Kaye. Adapun kampung yang termasuk rumpun Bismam adalah Syuru, Ewer, Per, dan Bariten (Ber-Yiten). Ber-Yiten adalah dua fam yang keluar dari kampung per dan membentuk sebuah kampung di Kali Seper. Orang-orang Yepem-Kaye terpisah dari mereka.

Pada awalnya orang Kaye dan Yepem berdiam di kali Bendiy, salah satu kali di pesisir –tepian sungai Asuwetsy—yang pada saat ini didiami oleh orang Per. Orang Kaye bermukim di hilir sungai, tepatnya pada anak Kali Aseper, adapun orang Yepem bermukim di wilayah hulu sungai Bendiy. Mereka hidup dengan rukun, saling membagi makanan antara yang satu dengan yang lain. Mereka membangun empat buah jew, satu jew milik orang Kaye bernama jew Kaye. Tiga jew milik orang Yepem bernama jew uvun, jew jun, dan jew Yepem.

Suatu saat, semua perempuan Kaye dan Yepem mengadakan puk -menjaring ikan bersama untuk makan bersama pula- Setelah acara puk selesai mereka pun kembali. Dalam perjalanan kembali, maka ada beberapa pemuda Yepem menghadang dan menculik beberapa perempuan Kaye untuk di jadikan istri, sedangkan perempuan yang lain dapat meloloskan diri hingga ke kampung dan memberi tahu kepada suami mereka. Laporan diteruskan kepada kepala perang, semua kaum laki-laki segera berkumpul di jew untuk membahas perihal penculikan tersebut sekaligus menentukan rencana selanjutnya. Keputusan yang diperoleh setlah pembicaraan di jew adalah, bahwa esok pagi mereka hendak menyerang Kampung Yepem untuk mengambil perempuan yang di culik.

Rencana penyerangan itu tampaknya telah diketahui oleh orang Yepem, sehingga Kali Bendiy. Adapun kaum laki-laki telah bersiap bagi penyerangan dari kampung Kaye. Perang sukupun terjadi, tetapi tidak sampai terjadi korban jiwa, meksi banyak orang Yepem yang terluka. Setelah perang selesai, maka orang Yepem segera pindah ke Kali Jindiw.

Setelah pemukimamn pindah Kali Jindiw, maka kemarau panjang datang melanda. Pohon-pohon meranggas, ikan-ikan mati, Kali Jindiwpun kering. Untuk mendapatkan air orang menggali wambu –sumur—dan membuat pula beworpo –tangga untuk turun mengambil air—Tiga orang bernama Sirau, Uvun, dan Jun dalam sehari keluar untuk mencari mata air. Sirau keluar melewati hutan, Uvun berjalan melewati pesisisr pantai, dan Jun pergi mendayung perahu melewati laut. Dari ketiga orang tersebut akhirnya Sirau yang terlebih dahulu menemukan sebuah hulu sungai yang mengalirkan air dan berasal dari Kali Yombot, bernama anak Kali Sakaw. Sirau segera mengambil istrinya, Dananacowor dan anak-anak serta saudara-saudaranya. Mereka meninggalkan Jindiw untuk pindah ke Sakaw. Adapun Uvun ia menetap di hulu kali Yombot, sedangkan Jun menetap di muara kali.

Setelah orang-orang Yepem meninggalkan Jindiw berpindah di anak kali Yombot, yaitu Sakaw, maka datanglah Tewrit seorang pemuda dari kampung Yow. Tewrit tidak mempunyai istri, maka ia pun menikah dengan seorang perempuan bernama Bayuw, seorang yang abnormal.Setelah perkawinan itu, maka Tewrit dan Bayuw hidup bersama sebagai bagian hidup dari masyarakat Yepem.

Suatu hari, sekelompok perempuan, termasuk ibu-ibu mengadakan rencana untuk menjaring di muara Sungai Bendiw, wambu –kampung tempat—orang Kaye menetap. Sampai di muara sungai Bendiw, perempuan itu segera menjaring ikan dengan menggunakan komjim sementara tengah asik menjaring, maka datanglah pemuda Kaye mendekati perempuan itu. Mereka berlari ketakutan, beberapa perempuan muda, termasuk anak pit, si kepala perang, yaitu Opoyi sang kakak dan Dapir sang adik tertangkap. Perempuan yang lolos segera menceritakan kejadian itu.

Seluruh laki-laki segera berkumpul di dalam jew untuk berembuk dengan keputusan sebagai berikut: setiap keluarga di kampung Yepem harus mengumpulkan si ese --kapak batu --hingga akhirnya terkumpul satu noken kapak batu. Mengingat, bahwa dua anak Pit, yaitu Opoyi dan Dapir tertangkap, maka Pitlah yang diberi wewenang untuk membawa satu noken kapak batu itu ke pemukiman Kaye di Kali Bendiy.

Pit tibah di Bendiy dan masuk ke rumah Simbu, saudaranya yang segera memahami maksud dari kedatangan Pit. Ia kemudian membawa si ese ke jew dan membagikan kapak batu kepada orang yang menahan Opoyi dan Dapir, tanpa menyatakan, bahwa Pit adalah saudaranya. Setelah mengantar dan mebagikan si ese, Simbu kembali ke rumah. Ia mendapatkan Beseyewcowak, tetangga dari kali sebelah yang tengah datang berkunjung. Baseyewcowak melihat Pit ada di rumah Simbu. Adapun Simbu segera membakar sagu bagi Pit. Beberapa perempuan yang telag ditangkap, termasuk Opoyi dan Dapir dikembalikan kepada Simbu.

Baseyewcowak akhirnya meninggalak rumah Simbu sambil memungut sisa ampas sagu yang dimakan Pit dan membawanya ke jew. Baseyewcowak mengatakan kepada orang-orang di jew, bahwa si ese yang dibagi oleh Simbu sebenarnya milik Pit, saudaranya yang sengaja disembunyikan. Akhirnya orang-orang dalam jew mengatur rencana untuk membunuh Pit pada perjalanan pulang nanti.

Ketika Pit dan kedua anaknya menuju Yombot, maka sekelompok orang Kaye telah datang menghalang di Dusun Pirsew. Baseyewcowak menombak Pit hingga terbunuh. Sementara kedua anak Pit, Opoyi dan Dapir bersama perempuan yang lain berhasil meloloskan diri, kambali ke kampung dan menceritakan penombakan Pit oleh Baseyewcowak kepada keluarganya.

Tewrit yang telah beristrikan Bayuw mendengar pula akan penombakan atas diri Pit. Tewrit mempunyai niat memperistri pula dua anak perempuan Pit, yaitu Opoyi dan Dapir. Maka Tewrit memimpin sekelompok orang Yepem untuk melawan orang Kaye. Akan tetapi, ketika tiba di tempat kejadian, Dusun Pirsew telah sunyi, yang tertinggal hanya mayat Pit. Tewrit segera mengangkat mayat Pit dan membawa pulang bersama rombongan. Orang-orang pun mulai menangis. Mayat Pit dikuburkan, tetapi hanya diletakkan di atas para-para yang baru dibuat. Tewrit menjaganya. Adalah suatu kebiasaan pada suku Asmat, bahwa siapapun yang menaga mayat bapaknya, maka ia berhak pula untuk mendapatkan anak gadisnya. Keluarga Pit kemudian menyerahkan Opoyi dan Dawir kepada Tewrit sebagai istri setelah mengawini keduanya.

Dengan terbunuhnya Pit di tangan Baseyewcowak, maka orang-orang Yepem mengatur rencana untuk pindah ke Jakarew, pada salah satu kali kecil yang berada di bawah kali Vamborep. Ketika orang Kaye mendengar perihal pemindahan pemukiman ini, maka mereka pun segera pindah ke Kali Bendiy ke Kali Vamborep yang masih berada dalam keadaan kosong belum dihuni. Sebagai bukti, bahwa orang Kaye dan Yepem pernah berpemukim di Kali Vamborep, maka semua anak kali yang berada di dalama Kali Vamborep diberi nama sama dengan anak Kali Bendiy, yaitu Bum dan Aseper.

Orang Kaye dan Yepem tidak lama bermukim di Vamborep, mengingat di tepat pemukiman baru, baik orang Kaye maupun Yepem telah kekurangan bahan makanan, terlebih pada musimkemarau, keadaan semakin sulit. Maka orang Yepem dan orang Kaye bersepakat pada posisi semula, orang Yepem kembali berpemukim di Yombot sedangkan orang Kaye kembali ke Bendiy. Pemukiman orang-orang itu amat tergantung kepada sumber daya alam di sekitar dan keberadaan wanita.

Tim Asmat Tribe

Blasius R. Y. A. Puman - Kelas 11

Koordinator konten kebiasaan & norma suku Asmat

Susana Berje - Kelas 12

Koordinator konten makanan khas suku Asmat

Elda K. A. Kabey - Kelas 12

Koordinator konten pakaian adat suku Asmat

Martina M. M Aitan - Kelas 12

Koordinator konten aksesoris suku Asmat

Esterlina Yod - Kelas 12

Koordinator konten lagu daerah suku Asmat

Febriyani M. Sandi Leo - Kelas 12

Koordinator konten rumah adat suku Asmat

Desy Boban - Kelas 11

Koordinator konten cerita rakyat suku Asmat

Yulius Cemtur - Kelas 11

Desainer & Editor Katalog 'Asmat Tribe'

Zhey N. D. Bintoen - Kelas 12

Web Developer 'Asmat Tribe'